Media Sosial : Antara Kebebasan dan Eksploitasi

981 0

Teknologi komunikasi memiliki andil dalam setiap perubahan sosial. Sebagai misal, revolusi abad pertengahan di Prancis didahului oleh penemuan movable letter oleh Gutenberg yang karena temuannya itu, memungkinkan  kitab Injil diproduksi secara masal. Orang bisa memiliki kitab injil dan dapat mengoreksi perkataan orang lain yang acapkali merujuk pada Injil. Ketika Injil hanya dimiliki oleh para pendeta di satu gereja, gereja memonopoli kebenaran yang bersumber  dari  firman  tuhan. Orang  lain tidak bisa mengoreksi karena memang tidak memiliki kitab  Injil. Melalui teknologi pemroduksi kitab injil, terjadilah perubahan cara berpikir masyarakat, berikut Gereja  pun mengalami reformasi. 

Teknologi komunikasi merupakan bagian dari komunikasi karena teknologi komunikasi fokus pada salah   satu   unsur  dari komunikasi,  yaitu saluran (channel). Sementara, teknologi informasi berfokus pada pesan (message). Awal mula berkembangnya ilmu komunikasi tidak terlepas dari para pemikir bidang ilmu tersebut serta paradigma yang dibangun. Paradigma yang amat berpengaruh dan dominan dalam ilmu komunikasi adalah paradigma transmisi yang sering disebut sebagai rezim transmisi.

Perkembangan teknologi komunikasi yang berpengaruh besar saat ini adalah hadirnya internet dan media baru. Di Indonesia, media jejaring sosial dimanfaatkan untuk menciptakan kohesivitas sosial, integrasi sosial. Hal ini tampak pada peristiwa konflik “Cicak & Buaya”, koin untuk Prita dan sebagainya. Dari sinilah kemudian timbul satu pandangan bahwa media internet menjanjikan kebebasan dan keterbukaan. Lebih jauh, fenomena ini akan menjelaskan bahwa siapa yang paling banyak diuntungkan dari penggunaan media sosial tersebut. 

Secara umum, perbedaan media baru dengan lama dapat terlihat melalui peran utama dan hubungannya pada institusi media tradisional, terutama yang berfokus pada kepengarangan (dan performa), publikasi, produksi dan distribusi, serta penerimaan. Bagi pengarang, peranan yang dipegangnya adalah opportunity menampilkan karyanya di internet. Hal tersebut meningkatkan kesulitan menjaga copyright (hak cipta).  

Bagi penerbit, peranannya adalah kurang lebih sama dengan pengarang. Fungsi publikasi tradisional gatekeeping, intervensi editorial dan validitas kepengarangan banyak ditemukan dalam publikasi internet. Peranan pada audiensi kemungkinan besar berubah. Audiensi tidak lagi menjadi bagian dari  media massa, baik  dari jaringan  yang  dipilih sendiri  atau masyarakat khusus maupun individu. Selama hubungan antara perbedaan peranan tersebut diperhatikan, kita dapat menempatkan kelonggaran, terutama yang mempengaruhi author dan audiensi. 

Media baru memiliki efek dalam komunikasi massa. Kemajuan teknologi komunikasi dalam media baru yang sangat pesat dan memunculkan masyarakat informasi menuntut kita untuk meninjau ulang definisi atas teori media yang berlaku normal. Upaya mengkonseptualisasikan internet sebagai media massa belum mampu menjawab karakteristik inti dari internet sebagai media. Hal ini kian menjawab pendapat bahwa komunikasi yang diperantarai media, berbeda dengan media lain karena  sifatnya  sementara,  multimodal, dengan sedikit kode etik yang mengatur dan   memungkinkan manipulasi terjadi. Meskipun pada akhirnya media baru dapat mencirikan media menurut potensinya— sosiabilitas dan interaktivitas, hal ini tidak sama seperti verifikasi empiris. Meskipun benar komputer menghubungkan seseorang dengan orang lain, pada tahap penggunaannya melibatkan perilaku soliter, pilihan individualis dan respon, anonimitas yang jamak. Hubungan yang tercipta atau dimediasikan oleh mesin-mesin komunikasi baru sering kali bersifat sementara, dangkal, dan tanpa komitmen. Tidak dipungkiri pula perkembangan teknologi tidak hanya memicu lahirnya media-media baru tapi juga melahirkan pola baru dalam lalu lintas informasi.

Pertama, Allocution. Merupakan suatu pola komunikasi dimana informasi disebarkan dari satu pusat kepada beberapa titik yang tersebar secara bersamaan. Kedua, Percakapan. Pola komunikasi ini memungkinkan semua orang untuk berinteraksi baik yang dimediasi ataupun secara langsung. Kunci utama dari percakapan ini adalah adanya kesetaraan diantara pihak yang terlibat dalam interaksi. Ketiga, konsultasi. Ini merupakan pola komunikasi dimana antara pihak yang terlibat ada yang berfungsi sebagai bank informasi yang bisa dijadikan tempat untuk mencari informasi yang dibutuhkan. Surat kabar cetak merupakan salah satu media yang menggunakan pola komunikasi konsultasi, dimana didalamnya terdapat beraneka ragam informasi. Keempat, registrasi. Pola komunikasi registrasi adalah kebalikan dari pola konsultasi, dimana pusat meminta dan menerima informasi dari partisipan di periferi (pinggiran). 

Berdasarkan pola komunikasi diatas kita dapat memilih dan menyeleksi pola apakah yang cocok untuk digunakan dalam mencapai tujuan kita. Serangkaian harapan berkembang dengan adanya media baru, salah satunya adalah komunitas virtual. Gagasan intinya adalah bahwa komunitas virtual dapat dibentuk oleh berapapun individu melalui internet atas dasar pilihan mereka sendiri. Beberapa sifat ‘komunitas sungguhan’ dapat diperoleh dalam komunitas virtual. Meskipun komunitas ini dapat terbentuk, tetapi identitas online sering kali tidak asli atau diungkapkan. Partisipasi dalam banyak disukai online dan interaksi pada intinya adalah anonim. Oleh karena itu, klaim atas istilah ‘komunitas’ dirusak oleh kurangnya transparansi dan keaslian dari kelompok yang dibentuk dengan komunikasi yang dimediasikan komputer.  

Related Post

Fenomena Cancel Culture

Posted by - 6 April, 2022 0
Bagi para pengguna sosial media rasanya tidak asing dengan ‘cancel culture’ atau dapat dikatakan dengan pemboikotan secara massal. Fenomena cancel…

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Contact Us